Guru
adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing,
mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan
anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan
menengah.
Dan
semakin tinggi tingkat profesionalisme guru secara umum dan khususnya
yang sudah berstatus PNS (Pegawai Negeri Sipil) maka akan berpotensi
semakin meningkat pula jenjang karier guru bersangkutan. Akan tetapi
terkadang mengalami beberapa kendala ketika ada kebijakan-kebijakan baru
khususnya adanya mutasi ataupun pindah tugas pada guru bersangkutan
setelah
Pilkada di suatu daerah berlangsung.
Terkait
hal tersebut, berikut informasi mengenai Pilkada yang seharusnya tidak merusak
sistem karier guru yang admin share
dari situs Ditjen Dikdas selengkapnya…
Pertarungan politik di sejumlah daerah turut memengaruhi formasi
guru. Usai pemilihan kepala daerah dan pemilihan anggota legislatif, biasanya
diikuti dengan beredarnya surat keputusan mutasi guru. Guru berada pada posisi
yang sangat rentan dan dilematis.
Kegelisahan
itu diungkapkan oleh seorang peserta Training
of Trainers (ToT) Sistem Pendataan Pendidikan Dasar angkatan IV di Hotel New Ayuda, Cipayung,
Bogor, Jawa Barat, Selasa malam, 7 April 2015. Ia berharap Pemerintah Pusat
memupus fenomena tersebut melalui regulasi yang berpihak pada guru.
Menjawab
pertanyaan itu, Tagor Alamsyah Harahap, Kepala Seksi Penyusunan Program Sub
Direktorat Program dan Evaluasi, Direktorat Pembinaan Pendidik dan Tenaga
Kependidikan Pendidikan Dasar, mengatakan, fenomena tersebut memang sulit
dihindari. Sebab, kewenangan pengaturan guru masih dipegang Pemerintah Daerah.
Situasi
tak mengenakkan itu, tambah Tagor yang menjadi narasumber ToT, turut
memengaruhi sistem karier guru. “Dalam sistem karier kita, semua guru disiapkan
untuk menjadi kepala sekolah,” ucapnya. Jika tiap usai Pilkada formasi guru
diubah, pola pembinaan karier guru pun akan berdampak tidak baik.
Guru
pertama, golongan III A dan III B, diarahkan untuk memiliki kompetensi bagaimana
meningkatkan kualitas diri sendiri. Lalu, pada guru muda, golongan III C dan
III D, harus punya kompetensi mengembangkan peserta didik. “Ketika di level
guru madya, mereka punya kompetensi bagaimana mengelola satuan pendidikan,”
ungkapnya. “Di situlah mereka sudah harus siap menjadi kepala sekolah.”
Jika
jenjang karier itu terganggu, misalnya tak ada kepala sekolah yang dimutasi
padahal sudah waktunya, maka jenjang karier guru akan macet. Kepala sekolah
hanya boleh menjabat dua periode. Jika masih ingin menjabat, maka ia pindah ke
sekolah yang predikatnya lebih rendah.
Tagor
berharap Kementerian Dalam Negeri turut ambil bagian dalam hal penataan guru.
Hal itu bisa dilakukan dengan memberi sanksi kepada kepala daerah yang tidak
melakukan penataan dan pemerataan guru.* (Billy
Antoro)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar