Meskipun
fungsi unas telah bergeser dari alat penentu kelulusan menjadi alat pemetaan
pendidikan, kisi-kisinya tidak mengalami perubahan. Guru besar Universitas
Gadjah Mada (UGM) Jogjakarta itu menjelaskan secara teknis pelaksanaan, tidak
ada perubahan signifikan antara Unas 2014 dengan Unas 2015. Contohnya untuk
jumlah butir soal ujian yang harus digarap siswa, Nizam mengatakan jumlah butir
soal dan waktu penyelesaiannya tetap sama.
Misalnya
untuk ujian mata pelajaran (mapel) bahasa Indonesia di Kelas III SMA tetap 50
butir dan alokasi waktunya 120 menit. Kemudian butir soal ujian mapel
matematika juga masih sama yakni 40 butir dengan alokasi waktu 120 menit. "Butir-butir
soal untuk unas 2015 sudah kami siapkan," kata Nizam. Proses berikutnya
adalah, butir-butir soal itu di-review oleh tim khusus yang identitasnya
dirahasiakan. Tujuannya adalah mengantisipasi kebocoran soal ujian dari panitia
tingkat pusat.
Setelah
butir-butir soal ujian itu di-review tahap beritkunya adalah revisi pamungkas.
Lalu butir-butir soal itu dirangkai menjadi paket soal ujian dan siap untuk
digandakan oleh percetakan-percetakan yang memenangi tender. Selain butir soal ujian, Nizam mengatakan
pembobotan kesulitan naskah ujian juga sama dengan unas tahun lalu.
Komposisinya adalah soal kategori sulit berjumlah 20 persen, kategori sedang 70
persen, dan kategori ringan atau mudah 10 persen.
Dengan
komposisi bobot kesulitan itu, banyak siswa yang mengeluh soal-soal Unas 2014
sulit-sulit. Bahkan ada siswa yang sempat mengeluh soal yang mereka kerjakan
levelnya perguruan tinggi. Kemendikbud tidak mundur meskipun ada siswa yang
mengeluh. Dengan persiapan yang bagus, siswa diharpakan bisa mengerjakan
soal-soal yang diujikan.
Peneliti
pendidikan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Titik Handayani
menuturkan, penentukan kelulusan unas di tangan guru atau sekolah memang tidak
menutup potensi "jual-beli" nilai ujian. Praktek ini diantaranya
terjadi kepada anak yang tidak mampu secara akademik, tetapi orangtunya
memiliki kemampuan finansial baik.
"Tapi
ingat, sekolah itu tempat untuk menanamkan nilai-nilai kejujuran,"
jelasnya. Dia berharap para guru tidak bisa diintervensi oleh siapapun saat
menilai hasil ujian sekolah siswanya. Sehingga bisa memupuk iklim berkompetisi
yang baik diantara para siswa. Jika tingkat akademik siswa di sekolah tertentu
masih rendah, sekolah tidak perlu malu untuk tidak meluluskannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar