Undang-undang
Nomor 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen mengamanatkan agar guru
harus profesional, sejahtera, dan bermartabat. Bentuk nyata dari amanat
tersebut adalah pemberian tunjangan profesi guru (TPG) kepada guru yang
telah tersertifikasi. Harapannya, dengan pemberian TPG ini guru menjadi
lebih profesional.
Namun sejak UU tersebut terbit,
penilaian profesionalitas guru belum dilakukan secara benar. TPG masih
diberikan merata, yaitu sebesar satu kali gaji tanpa mengukur
profesionalisme sang guru.
Kepala Subdirektorat Program
Direktorat Pembinaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Dikdas, Tagor
Alamsyah mengatakan, saat ini Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
(Kemendikbud) sedang menyusun ulang skema pemberian TPG. Tunjangan yang
sejak 2005 diberikan secara merata, akan dihitung secara profesional
dengan memperhitungkan prestasi dan kinerja yang telah dicapai oleh
guru.
Instrumen
pencapaian guru profesional bisa dilihat dari jumlah ideal guru,
pembinaan karir, dan penghargaan serta perlindungan yang diberikan.
Jumlah ideal guru dapat dihitung dengan beban kerja 24 jam/minggu dan
linieritas dengan sertifikasi. Untuk pembinaan karir, guru harus
memenuhi kualifikasi akademik, kompetensi, dan jenjang karir. Sebagai
penghargaan dan perlindungan, guru akan mendapatkan tunjangan profesi,
maslahat tambahan, dan perlindungan hukum.
Untuk mengukur kompetensi guru
dihitung dengan penilaian kinerja guru (PKG), pengembangan keprofesian
berkelanjutan (PKB), dan uji kompetensi guru (UKG). Salah satu skema
yang disiapkan adalah dengan melakukan tahapan uji kompetensi. Di awal
tahun, guru akan dinilai kompetensinya melalui UKG. Jika kompetensi yang
dimiliki kurang, maka guru harus masuk ke PKB. Setelah masuk PKB,
kompetensi guru akan kembali diukur. Bagi guru yang memiliki peningkatan
akan dihargai dengan kenaikan jenjang karir. Namun jika tidak, maka
guru harus menyisihkan sebagian TPG yang diperolehnya untuk melakukan
peningkatan kompetensi.
Dalam skema Kemendikbud,
pengembangan keprofesian berkelanjutan guru dilakukan secara berjenjang.
PKB Guru Pertama (golongan IIIa-IIIb) fokus pada pengembangan diri
sendiri, PKB Guru Muda (golongan IIIc-IIId) fokus pada pengembangan
siswa, PKB Guru Madya (Golongan IVa, IVb, IVc) fokus pada pengembangan
sekolah, dan PKB Guru Utama (Golongan IVd-IVe) fokus pada pengembangan
profesi.
Selain peningkatan kompetensi
melalui PKB, Tagor juga menyinggung keberadaan Musyawarah Guru Mata
Pelajaran (MGMP) dan Kelompok Kerja Guru (KKG) yang bisa digunakan
sebagai wadah untuk meningkatkan kompetensi guru. Misalnya, salah satu
kendala guru dalam mencapai angka kredit adalah karena kesulitan membuat
karya ilmiah/karya inovatif.
Dengan pengukuran seperti ini,
maka tunjangan guru bukan lagi menjadi hak, melainkan kewajiban yang
harus dilaksanakan oleh guru. Artinya, dengan TPG yang diberikan
tersebut guru harus mampu mengembangkan kompetensi diri. Jika tidak,
maka tunjangan tersebut akan dihentikan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar