Pernyataan Ketua Umum PGRI Sulistiyo pada hari Rabu tanggal
17 juni 2016 menilai Kementerian Pendidikan terlalu banyak melakukan peresmian
gerakan. Meski banyak peresmian gerakan dilakukan, jangan sampai mengalihkan
tanggung jawab Kemendikbud sesungguhnya
Pemerintah dinilai gagal sejahterakan guru. Indikasinya
masih banyak guru honorer yang hanya menerima penghasilan tak lebih dari Rp250
ribu per bulan. Selain itu masih banyak guru yang belum memenuhi kualifikasi
standar minimal yakni S1 atau D4 seperti diamanahkan dalam UU Guru dan Dosen
nomor 14 tahun 2005.
Pendidikan itu, terang Sulistiyo, kalau dikelola secara politis akibatnya hanya akan banyak pencitraan. Ini menyebabkan masalah di dunia pendidikan tak bisa segera dibereskan.
Mengelola dunia pendidikan itu harus dengan hati. Bukan secara politis.
Sulistyo tidak yakin Kemendikbud mampu menyelesaikan sisa
guru yang belum berkualifikasi S1 dan bersertifikasi. Mengingat waktu tinggal 6
bulan lagi sampai akhir 2015 untuk menyelesaikan target-target UU tersebut. Terlebih
Kemendikbud nyata-nyata tidak memiliki perencanaan dan kebijakan yang jelas
Selain persoalan kualifikasi pendidikan dan sertifikasi,
jelas Sulistyo, hak-hak guru untuk hidup sejahtera seperti pada pasal 14 UU
guru dan dosen, tidak dapat dipenuhi. Misalnya, guru seharusnya memperoleh
penghasilan di atas kebutuhan hidup minimal dan jaminan kesejahteraan sosial.
Tetapi sampai saat ini jutaan guru yang bekerja penuh waktu, hanya memperoleh
penghasilan sekitar Rp250 ribu per bulan.
Padahal buruh dan pekerja pabrik saja sudah diatur
penghasilan minimalnya. Janji Mendikbud menaikkan penghasilan guru honorer
hanya omong kosong.
Selain itu kata Sulistyo, pembayaran tunjangan fungsional,
terutama bagi guru non-PNS juga tidak jelas polanya. Bahkan banyak yang tidak
menerima. Dalam pedoman pembayaran TPG Kemdikbud nampak semakin
mempersulit guru memperoleh TPG
Tidak ada komentar:
Posting Komentar